Langsung ke konten utama

MARXISME DAN DEMOKRASI

 



     Banyak dari kalangan masyarakat umum yang menganggap bahwa Marxisme merupakan ideologi yang anti-Demokrasi. Mereka seringkali menggunakan contoh-contoh seperti Uni Soviet di era Stalin dan seterusnya atau Tiongkok untuk menjadi bukti ketidakdemokratisan Marxisme. Namun, benarkah tuduhan mereka ini? Apakah betul bahwa Marxisme merupakan teori yang anti-Demokrasi? Jika tidak, lalu bagaimana sikap Marxisme terhadap Demokrasi? 



APA ITU DEMOKRASI? 


     Sebelum kita memasuki persoalan ini secara lebih mendalam, kita setidaknya harus mengerti terlebih dahulu, arti dan definisi mengenai istilah "Demokrasi". Berdasarkan etimologinya, Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, δημοκρατία (dēmokratía) yang artinya "kekuasaan rakyat". Kata ini terbentuk dua kata Yunani lagi, yaitu δῆμος (dêmos) yang artinya "rakyat" dan κράτος (kratos) yang artinya "kekuatan",  "kekuasaan", atau "kedaulatan". Berdasarkan etimologi tersebut, kita dapat mendefinisikan Demokrasi sebagai suatu sistem kekuasaan politik, ekonomi, dsb, di mana seluruh masyarakat dapat mengatur dan mengontrol diri mereka sendiri. Pada dasarnya, Demokrasi ialah mengenai persoalan kekuasaan, oleh karena itu, marilah kita bahas mengenai konsep kekuasaan.



KONSEP KEKUASAAN


     Apakah kekuasaan itu? Harlod D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam karyanya yang berjudul "Power and Society" mendefinisikan kekuasaan atau kedaulatan sebagai "kemampuan pelaku (seseorang atau kelompok atau lembaga) untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan". Seorang sosiolog bernama R.J. Mokken juga mendefinisikan kekuasaan sebagai "kemampuan dari pelaku (seseorang atau kelompok atau lembaga) untuk menetapkan secara mutlak atau mengubah (seluruhnya atau sebagiannya) alternatif-alternatif bertindak atau alternatif-alternatif memilih, yang tersedia bagi pelaku lain."


     Pada dasarnya, esensi dari kekuasaan adalah kemampuan pelaku untuk menekan pelaku lain serta memberikan sanksi kepadanya apabila pelaku lain tersebut tidak memenuhi kemauan sang empunyai kekuasaan. Untuk melaksanakan hal ini, sang empunyai kekuasaan pertama-tama dan yang terutama harus memiliki syarat-syarat materiil kekuasaan (badan penekan atau represi serta alat-alat produksi dan/atau kekayaan). Dengan demikian, untuk memperoleh kekuasaan, kepemilikan atas syarat materiil adalah mutlak.



SIKAP MARXISME TERHADAP DEMOKRASI


     Lalu, bagaimana sikap Marxisme terhadap Demokrasi? Sebagai kaum Marxis, kami tidak pernah bersikap anti terhadap Demokrasi. Namun, di saat yang sama, kami juga bukan pemuja-muja Demokrasi (formal) secara buta. Sikap kami ialah Materialis Dialektis dan tujuan kami adalah untuk "bergerak ke arah definisi demokrasi yang konsisten dalam istilah sosialis , dan sosialisme yang konsisten dalam istilah demokratis" (Marx).


     Seperti diterangkan Lenin, Demokrasi tertinggi adalah pemilikan alat-alat produksi di tangan rakyat. Pada dasarnya, Demokrasi berkaitan dengan konsep kekuasaan, dan syarat utama dari adanya kekuasaan adalah kepemilikan atas syarat-syarat materiil dari kekuasaan tersebut, yaitu badan penekan atau represi serta alat-alat produksi dan/atau kekayaan. Apabila syarat-syarat materiil belum dimiliki oleh seluruh masyarakat, maka secara riil Demokrasi belum terwujud. Kepemilikan kolektif atas syarat-syarat materiil kekuasaan merupakan suatu kemutlakan jika suatu Demokrasi yang konsisten benar-benar ingin diwujudkan.



PENUTUP


Jadi, apakah Marxisme anti-demokrasi? Jelas tidak. Justru, Marxisme merupakan pendukung Demokrasi yang paling radikal. Dengan menggunakan analisa Materialisme Dialektis, Marxisme telah berhasil melihat bahwa pada dasarnya Demokrasi selalu berkaitan dengan kekuasaan politik dan ekonomi, dan kekuasaan selalu berkaitan dengan syarat-syarat materiil yanh menjadikannya ada. Apabila Demokrasi benar-benar ingin diwujudkan, kepemilikan kolektif atas syarat-syarat materiil kekuasaan tersebut harus menjadi suatu kemutlakan. Di posisi ini, Marxisme merupakan pembela Demokrasi yang paling radikal, sebab mereka juga melihat ke akar permasalahannya dan menuntut pembukaan keran Demokrasi seluas-luasnya melalui kepemilikan kolektif atas syarat-syarat materiil kekuasaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MITOS PEMBANTAIAN TIANANMEN

     "Astaga Ya Dewata Agung!! "Mitos pembantaian Tiananmen"? Berani betul kaum Marxis itu berkata 'mitos' kepada peristiwa berdarah ini!! Memang kaum Marxis jahanam! Kaum Marxis tak tau diri!!!" Barangkali, perkataan inilah yang ada di mulut para pembaca semua, setelah membaca judul artikel di atas. Ya, bulan Juni 2021 ini telah menandai 32 tahun berlalunya peristiwa protes Tiananmen, yang seringkali dinarasikan sebagai suatu pembantaian. Dengan pidato-pidato mereka yang penuh emosional (dan seringkali memualkan), media-media borjuis beserta antek-antek imperialis lainnya telah menggambarkan pembantaian keji ini (?) sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh rejim totaliter Komunis di Tiongkok untuk memadamkan pergerakan mahasiswa yang mendukung perubahan Tiongkok ke alam 'demokrasi' (demokrasi borjuis, tentu saja). Namun, terlepas dari omong kosong mereka yang begitu membosankan itu, peristiwa ini sejatinya lebih kompleks dan berlainan daripada apa ya...

ORGANISASI SISWA ATAU ORGANISASI KAKI TANGAN NEGARA?

     Organisasi Siswa Intra Sekolah? Siapa yang tak kenal dengan organisasi ini? Barangkali, dari seluruh pelajar yang ada di Indonesia, dari SD sampai ke bangku SMA, semuanya mengenal organisasi ini. Organisasi Siswa Intra Sekolah atau yang sering disingkat sebagai OSIS ini pada dasarnya merupakan satu-satunya organisasi kepelajaran yang sah di mata negara dan sekolah. Organisasi ini merupakan organisasi yang langsung didirikan oleh negara Indonesia untuk menghindari "bahaya perpecahan di antara para siswa" (suatu istilah karet yang sangat rancu). Meskipun visi dan misi yang dimiliki oleh OSIS ini terkesan baik dan positif, namun apabila kita melihat lebih jauh, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya organisasi ini tak lebih dari perpanjangan tangan kelas penguasa.      Berdasarkan catatan sejarah yang ada (meskipun dengan amat sangat minim), kita akan melihat bahwa OSIS pada dasarnya merupakan organisasi yang baru didirikan pada tahun 1972. Pe...

TENTANG PERMASALAHAN FUNDAMENTALISME AGAMA DAN ATEISME BORJUIS

        Seberapa sering kita mendengarkan celoteh dari kaum ateis borjuis liberal yang selalu menyalahkan agama atas segala aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan atas namanya? Seberapa sering pula kita mendengarkan omong kosong yang dilontarkan oleh kelas borjuasi nasional untuk melepaskan keterkaitan antara agama dengan beberapa aksi terorisme sama sekali demi persatuan nasion? Belakangan ini, persoalan-persoalan semacam ini agaknya telah menjadi persoalan yang amat penting dan mendesak untuk segera diselesaikan. Tidak diragukan lagi, aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh kaum fundamentalis agama di Makassar telah menimbulkan suatu ketertarikan masyarakat kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan agama, khususnya dalam kaitannya dengan aksi terorisme. Merupakan tugas mutlak bagi kami untuk membuat pernyataan publik tentang pandangan kami atas persoalan ini. Bagaimana analisis Marxisme atas fenomena ini? Apakah aksi terorisme yang mengatasnamakan agama be...