Langsung ke konten utama

103 TAHUN REVOLUSI OKTOBER




Pada tanggal 6 November 1917 (25 Oktober jika kita menggunakan penanggalan Russia lama), telah terjadi suatu pergolakan besar di negeri Russia. Kelas buruh Rusia, yang dipimpin oleh Partai Bolshevik telah berhasil merebut kekuasaan Tsar ke dalam tangannya sendiri. Mereka telah berhasil menumbangkan rejim gelap Tsar beserta seluruh sistem yang menopangnya, feodalisme dan kapitalisme, dan di bawah kondisi yang teramat sulit mereka mencoba membangun masyarakat tanpa penindasan, yang bebas dari kemiskinan dan kebodohan. Dengan aksinya ini, Kelas Pekerja Russia telah meniupkan suatu angin segar bagi semangat pembebasan global. Peristiwa ini telah menjadi inspirasi bagi banyak kaum tertindas di seluruh dunia agar lebih berani lagi dalam melakukan perjuangan pembebasannya. Peristiwa ini kelak kita kenal sebagai Revolusi Oktober.


     Kemenangan Revolusi Oktober bukanlah suatu kemenangan yang jatuh dari Sorga begitu saja. Ia adalah suatu hasil dari perjuangan yang amat sangat panjang dalam menyadarkan massa Pekerja dan membangun Partai Revolusioner. Revolusi Oktober merupakan kulminasi dari proses perkembangan sejarah yang panjang dan persiapan bertahun-tahun dari kaum Marxis Rusia. Kemenangan Revolusi Oktober akan mustahil tanpa keberadaan teori Revolusioner sebagai senjatanya dan partai Revolusioner sebagai pionirnya, Marxisme dan Partai Bolshevik.


     Telah 103 tahun peristiwa ini berlalu, namun Revolusi Oktober masih menjadi suatu bahan pembelajaran yang segar bagi kelas Pekerja, bagaimana mengakhiri sistem penindasan kapitalisme, bagaimana mengobarkan dan memenangkan revolusi untuk merebut supremasi politik dari kaum kaya, kaum kapitalis, kaum tuan tanah, serta elit-elit politik bayaran mereka. Dengan Revolusi Oktober, kelas buruh dan tani Rusia menghapuskan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi (tanah, pabrik, bank, perusahaan, dsbnya.) dan mencoba untuk pertama kalinya mengendalikan nasib mereka sendiri. Alat-alat produksi ini dikuasai oleh kelas pekerja dan dijalankan secara demokratis untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat pekerja, bukan untuk profit segelintir orang seperti sekarang ini. Dengan kekuasaan politik di tangannya, seluruh kelas pekerja mencoba membangun sebuah tatanan masyarakat yang baru: yakni tatatan masyarakat tanpa kelas.


    Revolusi Oktober bukanlah suatu akhir, melainkan suatu awal. Suatu awal menuju perjalanan yang sangat panjang dan penuh jatuh bangun serta lika-liku. Oleh karena itu, sebagai suatu titik awal, tugas terutama kaum Revolusioner apabila sungguh-sungguh ingin berjuang meruntuhkan kapitalisme dan membangun sosialisme adalah mempelajari Revolusi Oktober. Tidak cukup hanya mempelajari teori Marxisme, kaum revolusioner juga harus mempelajari pengalaman-pengalaman terpenting kelas buruh dalam perjuangan mereka serta bagaimana kaum Marxis Russia mempersiapkan diri mereka untuk memenangkan revolusi. Revolusi Oktober adalah salah peristiwa yang pantas dijadikan pembelajaran bagi Kaum Revolusioner, dan bahkan dapat dikatakan sebagai yang paling terutama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AGAMA YANG MAHASUCI: KRITIK MARXISME TERHADAP PANDANGAN UMUM ATAS MORALITAS DAN AGAMA

          Banyak orang yang menyatakan bahwa aksi terorisme agama yang terjadi beberapa hari yang lalu tidak ada kaitannya dengan agama. Mereka seringkali berkata bahwa para pelaku aksi terorisme merupakan oknum-oknum yang tak beragama. Sekurang-kurangnya, mereka menyatakan bahwa yang salah adalah manusianya, bukan agamanya. Agama selalu mengajarkan kebaikan kepada umat manusia (?), dan apabila terdapat suatu kesalahan atau kejahatan (menurut pandangan mereka, tentu saja), maka manusialah yang salah dalam menafsirkan dan memahami doktrin agamanya itu. Namun benarkah demikian? Apakah agama benar-benar mengajarkan kebaikan? Apakah kebaikan dan apakah kejahatan itu sendiri? Dari manakah pula asal standar-standar kebaikan dan kejahatan ini? Apakah ia berasal dari hukum-hukum ilahi, hati nurani, HAM, genetika, ataupun yang lainnya?  MASYARAKAT DAN MORALITAS DALAM FILSAFAT MARXIS           Apakah agama benar-benar mengajarkan kebaikan? Sebelum kita dapat menjawab ya atau tidak, kita terlebih

MITOS PEMBANTAIAN TIANANMEN

     "Astaga Ya Dewata Agung!! "Mitos pembantaian Tiananmen"? Berani betul kaum Marxis itu berkata 'mitos' kepada peristiwa berdarah ini!! Memang kaum Marxis jahanam! Kaum Marxis tak tau diri!!!" Barangkali, perkataan inilah yang ada di mulut para pembaca semua, setelah membaca judul artikel di atas. Ya, bulan Juni 2021 ini telah menandai 32 tahun berlalunya peristiwa protes Tiananmen, yang seringkali dinarasikan sebagai suatu pembantaian. Dengan pidato-pidato mereka yang penuh emosional (dan seringkali memualkan), media-media borjuis beserta antek-antek imperialis lainnya telah menggambarkan pembantaian keji ini (?) sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh rejim totaliter Komunis di Tiongkok untuk memadamkan pergerakan mahasiswa yang mendukung perubahan Tiongkok ke alam 'demokrasi' (demokrasi borjuis, tentu saja). Namun, terlepas dari omong kosong mereka yang begitu membosankan itu, peristiwa ini sejatinya lebih kompleks dan berlainan daripada apa ya

ANTARA TEORI DAN PRAKTEK

PENDAHULUAN      Dari manakah asal pengetahuan manusia? Apakah pengetahuan manusia berasal dari suatu karunia sorgawi? Apakah ia berasal dari suatu keunggulan bawaan manusia? Atau apakah ia berasal dari persepsi indrawi semata? Persoalan-persoalan semacam ini telah menjadi persoalan inti dalam kajian filsafat epistemologis. Ada berbagai macam jawaban yang akan muncul dari persoalan ini, seringkali jawaban-jawaban tersebut saling bertentangan. Namun, dalam artikel ini, kita akan mencoba menganalisis persoalan epistemologis ini dengan menggunakan pisau analisa Marxisme, yang tak lain ialah Dialektika Materialis.      Dalam artikel ini, kita akan membagi pembahasan mengenai persoalan epistemologis ini ke dalam tiga bagian pokok. Di bagian pertama artikel ini, kita akan melihat fondasi dasar yang menjadi landasan seluruh teori pengetahuan Marxis, yang tak lain ialah filsafat Dialektika dan khususnya Materialisme. Di bagian ini kita akan melihat bagaimana kaum Marxis melihat eksistensi atau