Langsung ke konten utama

SENTRALISME DEMOKRATIK, MELIHAT KEMBALI DEMOKRASI ALA LENINIS





     Sentralisme demokratik adalah salah satu istilah dalam kosakata Marxis-Leninis yang paling sering disalahgunakan dan disalahpahami. Banyak orang yang beranggapan bahwa konsep ini merupakan konsep yang sama seperti yang ditawarkan oleh rezim Stalinisme, yang tak lain merupakan Sentralisme birokrasi. Kaum-kaum non-Marxis sering menyalahartikan konsepsi ini sebagai bentuk kepemimpinan totaliter, sebagaimana yang terjadi di Uni Soviet di era kepemimpinan Joseph Stalin. Apakah ini benar? Tentu saja hal ini tidaklah benar. Apa yang mereka maksudkan bukanlah Sentralisme demokratik, melainkan Sentralisme birokratik. Lalu, apa itu Sentralisme demokratik dan bagaimana konsepsinya?



KEBERAGAMAN DALAM DISKUSI DAN KESATUAN DALAM AKSI


     "Keberagaman dalam diskusi dan kesatuan dalam aksi" (Vladimir Lenin, Laporan Kongres Persatuan RSDLP). Sebuah kalimat yang singkat, padat, dan jelas, demikianlah penjelasan Lenin mengenai sentralisme demokratik. Sentralisme demokratik atau sentralisme demokratis adalah penerapan metode Marxis untuk mengatur dan untuk memimpin kelas pekerja dalam transformasi masyarakat menuju Sosialisme. Sentralisme demokratik menggabungkan kepemimpinan terpusat dengan inisiatif dan aktivitas kreatif lokal serta dengan tanggung jawab pekerjaan kepada masing-masing badan dan pejabat negara yang telah dipercayakan kepada mereka. Metode ini merupakan metode khas dari organisasi Leninis, di mana keputusan politik dicapai melalui proses diskusi dan perdebatan yang panjang dan terperinci, dengan pemungutan suara yang mengikat seluruh anggota sebagai bagian akhirnya. 


     Sentralisme demokratik terdiri dari dua elemen dasar yang berbeda, yakni demokrasi dan sentralisme. Kedua elemen dasar ini merupakan dua elemen yang saling berhubungan secara dialektis dan terus berubah, dari perdebatan ke perjuangan. Dengan kata lain, metode ini bukan suatu metode yang baku dan kaku, melainkan fleksibel. Metode sentralisme demokratik merupakan suatu pendekatan dalam proses pengambilan keputusan kolektif dan tindakan kolektif yang dapat mengambil berbagai macam bentuk, sesuai dengan perkembangan organisasi dan tuntutan perubahan dari perjuangan kelas.


     Aspek demokrasi dari sentralisme demokratik berfungsi untuk memastikan pengambilan keputusan yang mencakup diskusi menyeluruh tentang pertanyaan-pertanyaan politik, penayangan penuh sudut pandang minoritas, pengambilan keputusan kolektif dan peninjauan secara masif atas keputusan yang didelegasikan, laporan dari anggota tentang pekerjaan dan analisis mereka, ketentuan untuk inisiatif dari anggota, dan kritik terhadap semua aspek politik, organisasi, dan praktik teoritis. Proses pengambilan keputusan dalam metode sentralisme demokratik ini bertumpu kepada prinsip bahwa keputusan kolektif yang dibuat harus melalui proses diskusi dan perdebatan yang penuh, informatif, dan jujur, serta pemungutan suara yang mengikat seluruh anggota sebagai bagian akhirnya. 


     Aspek sentralisme diperlukan untuk memastikan kesatuan tindakan dalam melaksanakan keputusan organisasi, untuk memberikan fleksibilitas strategis dan taktis dalam berurusan dengan negara borjuis yang tersentralisir, dan untuk menciptakan dasar dalam praktik sosial untuk mengevaluasi garis organisasi. Aspek sentralisme mencakup seluruh kepemimpinan di semua tingkatan yang bertugas untuk merangkum gagasan dan pengalaman keanggotaan, menyusun proposal untuk dipertimbangkan oleh organisasi, menyajikan argumen politik untuk posisi yang direkomendasikan, menerapkan kebijakan, dan merespons secara tegas untuk memandu organisasi dan kelas pekerja melalui tikungan dan putaran perjuangan.


     Hubungan antara sentralisme dan demokrasi sangatlah penting. Tanpa demokrasi, kepemimpinan tidak akan memiliki informasi yang akurat tentang perkembangan perjuangan kelas yang sebenarnya, dan terutama tentang kebutuhan dan kemampuan massa. Padahal, ia sendiri harus mengembangkan strategi dan taktik dengan menerapkan metode Marxis pada pandangan parsialnya sendiri tentang situasi politik. Di sisi lain, tanpa sentralisme,  pengalaman para anggota partai dan massa akan terpencar dan tidak terorganisir. Organisasi tidak akan bisa menerjemahkan pengetahuan dan pengalamannya menjadi kekuatan material. Dengan demikian, tidak akan ada demokrasi tanpa sentralisme, dan tidak ada sentralisme tanpa demokrasi.



PENUTUP


     Sebagai  penutup, kita dapat menyimpulkan bahwa metode keorganisasian sentralisme demokratik bukanlah sebuah metode yang mekanistis, melainkan sepenuhnya dialektis. Sentralisme demokratik bukanlah sebuah rapalan mantra, melainkan sebuah metode yang fleksibel. Penerapan dari metode sentralisme demokratik ini tidak bisa didasarkan kepada teori-teori abstrak, melainkan harus didasarkan kepada realitas konkret masyarakat yang selalu berubah. 


     Walaupun metode ini seringkali digunakan oleh partai-partai Leninis, namun bukan berarti metode ini tidak dapat digunakan oleh organisasi lainnya. Kaum pelajar dapat menggunakan metode ini sebagai alternatif dalam pengambilan keputusan dalam setiap kegiatannya. Metode ini terutama sangat dianjurkan untuk menjadi referensi bagi pelajar dalam mengorganisasikan sesama pelajar demi kesadaran kelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AGAMA YANG MAHASUCI: KRITIK MARXISME TERHADAP PANDANGAN UMUM ATAS MORALITAS DAN AGAMA

          Banyak orang yang menyatakan bahwa aksi terorisme agama yang terjadi beberapa hari yang lalu tidak ada kaitannya dengan agama. Mereka seringkali berkata bahwa para pelaku aksi terorisme merupakan oknum-oknum yang tak beragama. Sekurang-kurangnya, mereka menyatakan bahwa yang salah adalah manusianya, bukan agamanya. Agama selalu mengajarkan kebaikan kepada umat manusia (?), dan apabila terdapat suatu kesalahan atau kejahatan (menurut pandangan mereka, tentu saja), maka manusialah yang salah dalam menafsirkan dan memahami doktrin agamanya itu. Namun benarkah demikian? Apakah agama benar-benar mengajarkan kebaikan? Apakah kebaikan dan apakah kejahatan itu sendiri? Dari manakah pula asal standar-standar kebaikan dan kejahatan ini? Apakah ia berasal dari hukum-hukum ilahi, hati nurani, HAM, genetika, ataupun yang lainnya?  MASYARAKAT DAN MORALITAS DALAM FILSAFAT MARXIS           Apakah agama benar-benar mengajarkan kebaikan? Sebelum kita dapat menjawab ya atau tidak, kita terlebih

MITOS PEMBANTAIAN TIANANMEN

     "Astaga Ya Dewata Agung!! "Mitos pembantaian Tiananmen"? Berani betul kaum Marxis itu berkata 'mitos' kepada peristiwa berdarah ini!! Memang kaum Marxis jahanam! Kaum Marxis tak tau diri!!!" Barangkali, perkataan inilah yang ada di mulut para pembaca semua, setelah membaca judul artikel di atas. Ya, bulan Juni 2021 ini telah menandai 32 tahun berlalunya peristiwa protes Tiananmen, yang seringkali dinarasikan sebagai suatu pembantaian. Dengan pidato-pidato mereka yang penuh emosional (dan seringkali memualkan), media-media borjuis beserta antek-antek imperialis lainnya telah menggambarkan pembantaian keji ini (?) sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh rejim totaliter Komunis di Tiongkok untuk memadamkan pergerakan mahasiswa yang mendukung perubahan Tiongkok ke alam 'demokrasi' (demokrasi borjuis, tentu saja). Namun, terlepas dari omong kosong mereka yang begitu membosankan itu, peristiwa ini sejatinya lebih kompleks dan berlainan daripada apa ya

ANTARA TEORI DAN PRAKTEK

PENDAHULUAN      Dari manakah asal pengetahuan manusia? Apakah pengetahuan manusia berasal dari suatu karunia sorgawi? Apakah ia berasal dari suatu keunggulan bawaan manusia? Atau apakah ia berasal dari persepsi indrawi semata? Persoalan-persoalan semacam ini telah menjadi persoalan inti dalam kajian filsafat epistemologis. Ada berbagai macam jawaban yang akan muncul dari persoalan ini, seringkali jawaban-jawaban tersebut saling bertentangan. Namun, dalam artikel ini, kita akan mencoba menganalisis persoalan epistemologis ini dengan menggunakan pisau analisa Marxisme, yang tak lain ialah Dialektika Materialis.      Dalam artikel ini, kita akan membagi pembahasan mengenai persoalan epistemologis ini ke dalam tiga bagian pokok. Di bagian pertama artikel ini, kita akan melihat fondasi dasar yang menjadi landasan seluruh teori pengetahuan Marxis, yang tak lain ialah filsafat Dialektika dan khususnya Materialisme. Di bagian ini kita akan melihat bagaimana kaum Marxis melihat eksistensi atau