Langsung ke konten utama

MENGENAL LAGU INTERNATIONALE

 


"Bangunlah kaum yang terhina.

Bangunlah kaum yang lapar,

Kehendak yang mulia dalam dunia 

senantiasa bertambah besar" 


     Demikianlah penggalan lirik dari lagu Internationale, salah satu lagu yang sering dikumandangkan oleh orang-orang di persimpangan kiri jalan. Setiap hari buruh Internasional atau yang sering disebut dengan nama "May Day", lagu ini selalu menjadi lagu wajib. Lagu ini telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa di dunia. Buruh dari semua negara telah mengadopsi lagu perjuangan mereka yang paling terkemuka ini dan menjadikannya sebagai lagu proletariat di seluruh dunia. Dalam peringatan kematian Eugène Pottier yang ke-25, Lenin menuliskan, "Eugène Pottier menyusun kata-kata militan Internationale hanya satu bulan setelah berakhirnya Komune Paris. Perjuangan bersejarah inilah yang oleh Marx disebut sebagai "fajar revolusi sosial besar yang akan membebaskan umat manusia dari rezim kelas untuk selamanya." Kata-kata dari lagu tersebut dengan tegas mengungkapkan keyakinan kelas pekerja dalam kemenangan perjuangan Komunis."


     Sebagai akibat dari "Red Scare", para oportunis sayap kanan seringkali bereaksi secara berlebihan dengan pernyataan Lenin ini, dengan mencap lagu Internationale hanya semata-mata sebagai lagu dari Komunisme, apakah benar demikian? Sukarno menjawab: “Apa lagu Internasionale itu hanya  dinyanyikan oleh komunis tok? Seluruh buruh! Komunis atau niet communist, right wing atau left wing, semuanya menyanyikan lagu Internasionale. Janganlah orang tidak tahu lantas berkata, siapa melagukan Internasionale, ee,  PKI ! God dorie! (bahasa Belanda. Jika diartikan, kurang lebih artinya seperti: Astaga!) Lagu Internasionale dinyanyikan di London, di Nederland, di Paris, di Brussel, di Bonn, di Moskow, di Peking, di Tokio. Pendek, dimana-mana ada kaum buruh mengadakan serikat, menyanyikan lagu Internasionale.” 

(dikutip dari buku « Revolusi belum selesai , jilid II, halaman 313).



SEJARAH LAGU INTERNATIONALE


Internasionale pada awalnya ditulis dalam bahasa Prancis dengan judul: "L’Internationale". Lagu Internationale ini ditulis oleh seorang buruh kayu asal Prancis, Eugène Pottier. Eugène menulis lagu ini dengan jumlah syair enam bait. Lagu ini dipublikasikan pada tanggal 30 Juni 1871. 


     Eugène Pottier sendiri adalah anggota Komune Paris, di mana Komune Paris merupakan pemerintahan k'las pekerja yang pertama di dunia, yang berkuasa selama 72 hari di Prancis. Eugène Pottier menciptakan lagu "L’Internationale" itu setelah sebulan dari peristiwa berdarah bulan Mei 1871, atau menurut Lenin, “boleh dikata, pada esok hari sesudah kekalahan bulan Mei yang berdarah......"


     Syair Internationale terinspirasi oleh kemenangan Komune Paris selama 72 hari. Inti dari lagu ini menyatakan bahwa kelas-kelas tertindas dan terhisap di dunia harus berjuang dan merebut hak-hak mereka dengan bersandar pada kekuatannya sendiri serta menciptakan dunia yang lebih adil. Mulanya Internasionale dinyanyikan oleh berbagai kelompok antikapitalisme dengan berbagai macam kecenderungan ideologi. Internationale kemudian diadopsi oleh Internasional II dan menjadi anthem dari Uni Soviet antara tahun 1922-1944.


     L’Internationale telah diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa di dunia. Di antaranya adalah bahasa Inggris, Spanyol, Afrika, Arab, Melayu, Indonesia, dll. Lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Internationale, ke dalam bahasa Arab dengan judul Nasyidu al-Umamiyah, ke dalam bahasa  Belanda dengan judul De Internationale, dan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Internasionale.



MASUKNYA LAGU INTERNATIONALE KE BUMI NUSANTARA


Internasionale sudah dikenal luas di Indonesia sejak tahun 1920-an. Terjemahan pertama ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Belanda dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara. Hasil terjemahan Ki Hadjar Dewantara tersebut kemudian dipublikasikan dalam Sinar Hindia No. 87, 5 Mei 1920. Dalam surat kabar tersebut pula, di nomor penerbitan yang sama, Dewantara menerjemahkan Marsch Socialist. Publikasi dua terjemahan tersebut dimaksudkan untuk memperingati 1 Mei, sebagai “Hari Raja oenteok segala kaoem Socialist”. Akan tetapi, terjemahan itu dicela oleh Komunis Internasional karena dianggap telah menghilangkan roh proletariat.  


     Dari terjemahan Ki Hadjar Dewantara, Internasionale tersebar di kalangan gerakan rakyat. Lagu tersebut bersama lagu "Darah Rakyat" kerap dinyanyikan di sekolah-sekolah yang dibangun oleh kaum pergerakan, meramaikan pemogokan dan rapat-rapat umum. Dengan merujuk pada hasil terjemahan Ki Hajdar Dewantara dan memperbaiki terjemahannya, PKI menetapkan Internasionale sebagai mars partainya. 



PENUTUP 


Melihat hal itu semua, maka terlihatlah betapa pentingnya lagu ini dalam pejuangan k'las pekerja. Untuk selanjutnya, maka tak akan salah jika sekiranya lagu Internasionale juga digunakan di Indonesia sebagai pembangkit semangat perjuangan gerakan buruh, dan pendorong persatuan serta menggalang kesetiakawanan dalam melawan segala macam ketidakadilan dan pemerasan oleh kalangan kapitalis reaksioner nasional maupun internasional, yang bersekongkol dengan para penguasa. Mengumandangkan lagu Internasionale pun merupakan suatu bentuk penghormatan kepada pengorbanan para Digulis yang banyak meninggal di pembuangan Tanah Merah dan para perintis kemerdekaan lainnya. Menyanyikan lagu Internasionale dapat juga berarti menunjukkan sikap marah dan kebencian terhadap segala bentuk ketidakadilan. Di samping itu semua, mengumandangkan lagu Internasionale juga berarti ikut melestarikan perjuangan revolusioner k'las pekerja internasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MITOS PEMBANTAIAN TIANANMEN

     "Astaga Ya Dewata Agung!! "Mitos pembantaian Tiananmen"? Berani betul kaum Marxis itu berkata 'mitos' kepada peristiwa berdarah ini!! Memang kaum Marxis jahanam! Kaum Marxis tak tau diri!!!" Barangkali, perkataan inilah yang ada di mulut para pembaca semua, setelah membaca judul artikel di atas. Ya, bulan Juni 2021 ini telah menandai 32 tahun berlalunya peristiwa protes Tiananmen, yang seringkali dinarasikan sebagai suatu pembantaian. Dengan pidato-pidato mereka yang penuh emosional (dan seringkali memualkan), media-media borjuis beserta antek-antek imperialis lainnya telah menggambarkan pembantaian keji ini (?) sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh rejim totaliter Komunis di Tiongkok untuk memadamkan pergerakan mahasiswa yang mendukung perubahan Tiongkok ke alam 'demokrasi' (demokrasi borjuis, tentu saja). Namun, terlepas dari omong kosong mereka yang begitu membosankan itu, peristiwa ini sejatinya lebih kompleks dan berlainan daripada apa ya...

ORGANISASI SISWA ATAU ORGANISASI KAKI TANGAN NEGARA?

     Organisasi Siswa Intra Sekolah? Siapa yang tak kenal dengan organisasi ini? Barangkali, dari seluruh pelajar yang ada di Indonesia, dari SD sampai ke bangku SMA, semuanya mengenal organisasi ini. Organisasi Siswa Intra Sekolah atau yang sering disingkat sebagai OSIS ini pada dasarnya merupakan satu-satunya organisasi kepelajaran yang sah di mata negara dan sekolah. Organisasi ini merupakan organisasi yang langsung didirikan oleh negara Indonesia untuk menghindari "bahaya perpecahan di antara para siswa" (suatu istilah karet yang sangat rancu). Meskipun visi dan misi yang dimiliki oleh OSIS ini terkesan baik dan positif, namun apabila kita melihat lebih jauh, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya organisasi ini tak lebih dari perpanjangan tangan kelas penguasa.      Berdasarkan catatan sejarah yang ada (meskipun dengan amat sangat minim), kita akan melihat bahwa OSIS pada dasarnya merupakan organisasi yang baru didirikan pada tahun 1972. Pe...

TENTANG PERMASALAHAN FUNDAMENTALISME AGAMA DAN ATEISME BORJUIS

        Seberapa sering kita mendengarkan celoteh dari kaum ateis borjuis liberal yang selalu menyalahkan agama atas segala aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan atas namanya? Seberapa sering pula kita mendengarkan omong kosong yang dilontarkan oleh kelas borjuasi nasional untuk melepaskan keterkaitan antara agama dengan beberapa aksi terorisme sama sekali demi persatuan nasion? Belakangan ini, persoalan-persoalan semacam ini agaknya telah menjadi persoalan yang amat penting dan mendesak untuk segera diselesaikan. Tidak diragukan lagi, aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh kaum fundamentalis agama di Makassar telah menimbulkan suatu ketertarikan masyarakat kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan agama, khususnya dalam kaitannya dengan aksi terorisme. Merupakan tugas mutlak bagi kami untuk membuat pernyataan publik tentang pandangan kami atas persoalan ini. Bagaimana analisis Marxisme atas fenomena ini? Apakah aksi terorisme yang mengatasnamakan agama be...