Langsung ke konten utama

MENGAPA JURUSAN MIPA CENDERUNG LEBIH DIPRIORITASKAN?



Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atau yang lebih dikenal dengan sebutan MIPA merupakan salah satu jurusan yang sering menjadi perhatian banyak orang. Jurusan ini seringkali dicap sebagai jurusan unggulan. Orang-orang yang dapat masuk ke jurusan ini seringkali dilabeli sebagai orang cerdas, sedangkan orang yang masuk ke jurusan lain sering dilabeli sebagai orang-orang buangan. Maka dari itu, aneh bila banyak pelajar yang ingin masuk ke jurusan ini, walaupun mungkin orang tersebut tidak memiliki minat kepada mapel-mapel yang ada di kelas MIPA. Namun, mengapa jurusan MIPA cenderung lebih diunggulkan atau diprioritaskan? Mari kita lihat...

     Semenjak Indonesia mengalami apa yang dinamakan sebagai "liberalisasi pendidikan", pendidikan di Indonesia kini lebih terarah untuk melayani kepentingan ekonomi (lebih tepatnya investasi). Hal ini pun diperkuat melalui website Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten dengan judul artikel "Indonesia Membutuhkan Investasi Sektor Pendidikan". Dalam artikel tersebut, dituliskan mengenai pentingnya investasi di sektor pendidikan untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi secara fundamental Indonesia. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia harus dapat mengarahkan kepada permenuhan kebutuhan tenaga kerja, baik itu tenaga kerja terdidik maupun yang terampil, agar dapat mengejar pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, pendidikan melayani ekonomi.

     Hingga saat ini, Indonesia sedang mempersiapkan kebutuhan akan Revolusi Industri 4.0. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kebutuhan tenaga kerja di sektor industri hingga tahun 2035 akan naik lebih dari 8%. Untuk memenuhi kebutuhan ini, Koordinator Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin Mujiyono berujar “Apalagi, sekarang kita sudah memasuki era industri 4.0, di mana sektor industri dituntut untuk memanfaatkan teknologi canggih atau digitalisasi sehingga bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas produk secara lebih efisien. Guna mencapai sasaran tersebut, diperlukan pula SDM kompeten. Jadi, SDM kompeten menjadi kunci daya saing industri kita,” papar dia. Dengan kata lain, pendidikan Indonesia saat ini harus diarahkan untuk mempersiapkan kebutuhan akan tenaga kerja dalam Revolusi Industri 4.0.

     Melihat hal ini, maka jelaslah bahwa pemrioritasan kelas MIPA rupa-rupanya bukan disebabkan karena kelas tersebut memang unggul secara inheren, melainkan unggul karena kelas tersebut dapat memenuhi kebutuhan investasi di masa yang akan datang (setidaknya untuk saat ini). Apa yang diajarkan di kelas-kelas MIPA pada saat ini merupakan suatu hal yang yang dibutuhkan dalam dunia bisnis (misalnya, beberapa bagian dalam mapel Matematika yang dapat menunjang proses digitalisasi dalam Revolusi Industri 4.0 dan beberapa bagian dalam mapel  biologi dan kimia yang dapat menunjang efisiensi dalam industri peternakan dan pertanian). Hingga disini, terlihat bahwa pendidikan dalam kapitalisme tidaklah netral. Pendidikan dalam kapitalisme bukanlah sarana untuk mencerdaskan, melainkan untuk menunjang daya persaingan pasar.

     Pada akhirnya, tidak akan ada pendidikan yang memerdekakan tanpa perjuangan menghancurkan kapitalisme itu sendiri. Dalam kapitalisme, orientasi pendidikan yang seharusnya sebagai pengemban amanat “mencerdaskan kehidupan bangsa” kini menjadi teralihkan dengan orientasi pasar. Maka dari itu, untuk membebaskan belenggu ini, kita membutuhkan teori serta praksis revolusioner yang mempersatukan seluruh kaum revolusioner di seluruh dunia untum melawan tirani kapital yang telah merampas segala daya perkembangan ilmu pengetahuan untuk segelintir orang dan menyisakan pada rakyat pekerja penderitaan tiada akhir. Inilah yang kita sebut dengan mewujudkan masyarakat Sosialisme seutuhnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MITOS PEMBANTAIAN TIANANMEN

     "Astaga Ya Dewata Agung!! "Mitos pembantaian Tiananmen"? Berani betul kaum Marxis itu berkata 'mitos' kepada peristiwa berdarah ini!! Memang kaum Marxis jahanam! Kaum Marxis tak tau diri!!!" Barangkali, perkataan inilah yang ada di mulut para pembaca semua, setelah membaca judul artikel di atas. Ya, bulan Juni 2021 ini telah menandai 32 tahun berlalunya peristiwa protes Tiananmen, yang seringkali dinarasikan sebagai suatu pembantaian. Dengan pidato-pidato mereka yang penuh emosional (dan seringkali memualkan), media-media borjuis beserta antek-antek imperialis lainnya telah menggambarkan pembantaian keji ini (?) sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh rejim totaliter Komunis di Tiongkok untuk memadamkan pergerakan mahasiswa yang mendukung perubahan Tiongkok ke alam 'demokrasi' (demokrasi borjuis, tentu saja). Namun, terlepas dari omong kosong mereka yang begitu membosankan itu, peristiwa ini sejatinya lebih kompleks dan berlainan daripada apa ya...

ORGANISASI SISWA ATAU ORGANISASI KAKI TANGAN NEGARA?

     Organisasi Siswa Intra Sekolah? Siapa yang tak kenal dengan organisasi ini? Barangkali, dari seluruh pelajar yang ada di Indonesia, dari SD sampai ke bangku SMA, semuanya mengenal organisasi ini. Organisasi Siswa Intra Sekolah atau yang sering disingkat sebagai OSIS ini pada dasarnya merupakan satu-satunya organisasi kepelajaran yang sah di mata negara dan sekolah. Organisasi ini merupakan organisasi yang langsung didirikan oleh negara Indonesia untuk menghindari "bahaya perpecahan di antara para siswa" (suatu istilah karet yang sangat rancu). Meskipun visi dan misi yang dimiliki oleh OSIS ini terkesan baik dan positif, namun apabila kita melihat lebih jauh, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya organisasi ini tak lebih dari perpanjangan tangan kelas penguasa.      Berdasarkan catatan sejarah yang ada (meskipun dengan amat sangat minim), kita akan melihat bahwa OSIS pada dasarnya merupakan organisasi yang baru didirikan pada tahun 1972. Pe...

ANTARA TEORI DAN PRAKTEK

PENDAHULUAN      Dari manakah asal pengetahuan manusia? Apakah pengetahuan manusia berasal dari suatu karunia sorgawi? Apakah ia berasal dari suatu keunggulan bawaan manusia? Atau apakah ia berasal dari persepsi indrawi semata? Persoalan-persoalan semacam ini telah menjadi persoalan inti dalam kajian filsafat epistemologis. Ada berbagai macam jawaban yang akan muncul dari persoalan ini, seringkali jawaban-jawaban tersebut saling bertentangan. Namun, dalam artikel ini, kita akan mencoba menganalisis persoalan epistemologis ini dengan menggunakan pisau analisa Marxisme, yang tak lain ialah Dialektika Materialis.      Dalam artikel ini, kita akan membagi pembahasan mengenai persoalan epistemologis ini ke dalam tiga bagian pokok. Di bagian pertama artikel ini, kita akan melihat fondasi dasar yang menjadi landasan seluruh teori pengetahuan Marxis, yang tak lain ialah filsafat Dialektika dan khususnya Materialisme. Di bagian ini kita akan melihat bagaimana kaum M...